Berikut adalah keterangan mengenai sifat shalat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang asalnya pembahasan ini berasal dari
pembahasan Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di lalu dikembangkan dengan
menambahkan dari berbagai sumber lainnya.
Pembahasan ini dimulai dari adab menuju ke masjid.
1- Disunnahkan ketika menuju shalat dengan keadaan tenang
dan tidak tergesa-gesa.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلاَةِ ،
وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالْوَقَارِ وَلاَ تُسْرِعُوا ،
فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا
“Jika kalian mendegar iqomah, maka
berjalanlah menuju shalat. Namun tetaplah tenang dan khusyu’ menuju shalat,
jangan tergesa-gesa. Apa saja yang kalian dapati dari imam, maka ikutilah.
Sedangkan yang luput dari kalian, maka sempurnakanlah.” (HR. Bukhari no. 636
dan Muslim no. 602).
Jadi dilarang tergesa-gesa ketika hendak pergi ke masjid.
Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang melakukan tasybik yaitu
menjalinkan jari jemari. Dari Ka’ab bin ‘Ujroh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ ثُمَّ خَرَجَ عَامِدًا
إِلَى الْمَسْجِدِ فَلاَ يُشَبِّكَنَّ بَيْنَ
أَصَابِعِهِ فَإِنَّهُ فِى صَلاَةٍ
“Jika salah seorang di antara kalian
berwudhu, lalu memperbagus wudhunya, kemudian keluar menuju masjid dengan
sengaja, maka janganlah ia menjalin jari-jemarinya karena ia sudah berada dalam
shalat.” (HR. Tirmidzi no. 386, Ibnu Majah no. 967, Abu Daud no. 562. Al Hafizh
Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
01 Tasybik
Menjalin jari-jemari (tasybik)
2- Ketika masuk masjid meminta rahmat pada Allah dengan
membaca dzikir dan do’a,
بِسْمِ
اللَّهِ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى ذُنُوبِى
وَافْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
“Bismillah wassalaamu ‘ala
rosulillah. Allahummaghfir lii dzunuubi waftahlii abwaaba rohmatik (Dengan
menyebut nama Allah dan salam atas Rasulullah. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku
dan bukakanlah padaku pintu rahmat-Mu).” (HR. Ibnu Majah no. 771 dan Tirmidzi
no. 314. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Ketika keluar masjid meminta karunia Allah dengan membaca
dzikir dan do’a,
بِسْمِ
اللَّهِ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى ذُنُوبِى
وَافْتَحْ لِى أَبْوَابَ فَضْلِكَ
“Bismillah wassalaamu ‘ala
rosulillah. Allahummaghfir lii dzunuubi waftahlii abwabaa fadhlik (Dengan
menyebut nama Allah dan salam atas Rasulullah. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku
dan bukakanlah padaku pintu karunia-Mu).” (HR. Ibnu Majah no. 771 dan Tirmidzi
no. 314. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
3- Mendahulukan kaki kanan ketika masuk masjid dan
mendahulukan kaki kiri ketika keluarnya.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه
وسلم – يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِى تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ
وَطُهُورِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sangat menyukai mendahulukan yang kanan ketika memakai sendal, ketika
menyisir rambut dan ketika bersuci, juga dalam setiap perkara (yang baik-baik).”
(HR. Bukhari no. 186 dan Muslim no. 268). Yang dimaksud tarojjul dalam hadits
-kata Ibnu Hajar- adalah menyisir dan meminyaki rambut, sebagaimana disebut
dalam Al Fath, 1: 270.
Kaedah dalam masalah mendahulukan yang kanan telah
disebutkan oleh Imam Nawawi. Beliau rahimahullah mengatakan, “Mendahulukan yang
kanan adalah ketika melakukan sesuatu yang mulia (pekerjaan yang baik), yaitu
saat menggunakan pakaian, celana, sepatu, masuk masjid, bersiwak, bercelak,
memotong kuku, memendekkan kumis, menyisir rambut, mencabut bulu ketiak,
mencukur rambut, memberi salam dalam shalat, mencuci anggota wudhu, keluar
kamar mandi, makan, minum, bersalaman, mengusap hajar Aswad, atau perkara baik
semisal itu, maka disunnahkan mendahulukan yang kanan.
Sedangkan kebalikan dari hal tadi seperti masuk kamar mandi,
keluar dari masjid, membuang ingus, istinja’ (cebok), melepas baju, celana dan
sepatu, dan semisal itu disunnahkan mendahulukan yang kiri. (Syarh Shahih
Muslim, 3: 143).
Masih berlanjut, moga Allah mudahkan. Hanya Allah yang
memberi taufik.
Referensi:
Manhajus Salikin wa Tawdhihil Fiqhi fid Diin, Syaikh
‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Madarul Wathon, cetakan keempat,
tahun 1431 H.
Ibhajul Mu’minin bi Syarh Manhajis Salikin, Syaikh ‘Abdullah
bin ‘Abdurrahman bin ‘Abdillah Al Jibrin, terbitan Madarul Wathon, cetakan
keempat, tahun 1432 H.
Kitab Shifatish Shalah min Syarhil ‘Umdah, Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah, terbitan Darul ‘Ashimah, cetakan pertama, tahun 1429 H.
—
0 komentar:
Posting Komentar