Mar 20, 2014Muhammad Abduh Tuasikal, MScShalat5
Sifat shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kali ini
membahas tentang hukum menjaherkan (mengeraskan) basmalah dan hukum membaca
surat Al Fatihah.
10- Setelah membaca ta’awudz, dilanjutkan membaca basmalah,
yaitu bismillahir rahmanir rahiim (artinya: dengan menyebut nama Allah yang
Maha pengasih lagi Maha penyayang).
Basmalah tidak dikeraskan, cukup bacaan untuk diri sendiri
(lirih). Dari ‘Aisyah, ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- يَسْتَفْتِحُ
الصَّلاَةَ بِالتَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةَ بِ (الْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ)
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa membuka shalatnya dengan takbir lalu membaca alhamdulillahi robbil
‘alamin.” (HR. Muslim no. 498).
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di ketika menjelaskan
hadits di atas dalam Umdatul Ahkam, beliau berkata, “Ini adalah dalil bahwa
bacaan basmalah tidaklah dijahrkan (dikeraskan).” (Syarh ‘Umdatil Ahkam karya
Syaikh As Sa’di, hal. 161).
Juga dalil lainnya adalah hadits Anas, di mana ia berkata,
صَلَّيْتُ
مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- وَأَبِى
بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا
مِنْهُمْ يَقْرَأُ (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ )
“Aku pernah shalat bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga bersama Abu Bakr, ‘Umar dan
‘Utsman, aku tidak pernah mendengar salah seorang dari mereka membaca ‘
bismillahir rahmanir rahiim’.” (HR. Muslim no. 399). Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah berkata, “Yang sesuai sunnah, basmalah dibaca sebelum surat Al Fatihah
dan bacaan tersebut dilirihkan (tidak dikeraskan).” (Kitab Shifatish Shalah min
Syarhil ‘Umdah karya Ibnu Taimiyah, hal. 105).
11- Membaca surat Al Fatihah.
Membaca Al Fatihah diwajibkan berdasarkan hadits dari
‘Ubadah bin Ash Shoomit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ
يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“Tidak ada shalat bagi orang yang
tidak membaca Al Fatihah.” (HR. Bukhari no. 756 dan Muslim no. 394).
Membaca Al Fatihah di sini berlaku bagi imam dan orang yang
shalat dan sendirian. Sedangkan makmum dalam shalat jahriyah (Maghrib, Isya dan
Shubuh) tidak membaca Al Fatihah, ia cukup mendengarkan, inilah pendapat yang
lebih kuat. Karena Allah Ta’ala memerintahkan,
وَإِذَا
قُرِئَ الْقُرْآَنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ
تُرْحَمُونَ
“Dan apabila dibacakan Al Quran,
maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat
rahmat.” (QS. Al A’raf: 204).
Abu Hurairah berkata,
صَلَّى
النَّبِىُّ -صلى الله عليه
وسلم- بِأَصْحَابِهِ صَلاَةً نَظُنُّ أَنَّهَا
الصُّبْحُ فَقَالَ هَلْ
قَرَأَ مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ. قَالَ
رَجُلٌ أَنَا. قَالَ إِنِّى أَقُولُ مَا
لِى أُنَازَعُ الْقُرْآنَ.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
shalat bersama para sahabatnya yang kami mengira bahwa itu adalah shalat subuh.
Beliau bersabda: “Apakah salah seorang dari kalian ada yang membaca surat (di
belakangku)?” Seorang laki-laki menjawab, “Saya. ” Beliau lalu bersabda:
“Kenapa aku ditandingi dalam membaca Al Qur`an?“ (HR. Abu Daud no. 826 dan
Tirmidzi no. 312. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Ibnu Mas’ud berkata,
أَنْصِتْ
لِلْقُرْآنِ فَإِنْ فِي الصَّلاةِ
شُغْلا، وَسَيَكْفِيكَ ذَلِكَ الإِمَامُ
“Diamlah saat imam membaca Al Qur’an
karena dalam shalat itu begitu sibuk. Cukup bagimu apa yang dibaca oleh imam.”
(HR. Ath Thobroni 9: 264)
Ibnu ‘Umar berkata,
يَنْصِتُ
لِلْإِمَامِ فِيْمَا يَجْهَرُ بِهِ
فِي الصَّلاَةِ وَلاَ يَقْرَأُ مَعَهُ
“Hendaklah diam ketika imam
mengeraskan bacaannya dalam shalat. Dan janganlah baca bersamanya.” (HR. Abdur
Rozaq, 2: 139).
Guru kami, Syaikh Abdul ‘Aziz Ath Thorifi berkata, “Inilah
yang diamalkan oleh mayoritas sahabat Nabi yaitu diamalkan oleh Ibnu ‘Abbas,
Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Umar, Abu Hurairah dan ‘Aisyah. Aku tidak mengetahui adanya
perselisihan dalam hal ini di antara para sahabat dengan perkataan yang shahih
dan tegas. Hampir-hampir saja ini jadi ijma’ sahabat. Ada perkataan dari ‘Umar
yang menyelisihi namun tidak tegas.” (Shifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, hal. 98).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Intinya membaca
Al Fatihah di belakang imam, kami katakan bahwa jika imam menjahrkan bacaannya,
maka cukup kita mendengar bacaan tersebut. Jika tidak mendengarnya karena jauh
posisinya jauh dari imam, maka hendaklah membaca surat tersebut menurut
pendapat yang lebih kuat. Inilah pendapat Imam Ahmad dan selainnya. Namun jika
tidak mendengar karena ia tuli, atau ia sudah berusaha mendengar namun tidak
paham apa yang diucapkan, maka di sini ada dua pendapat di madzhab Imam Ahmad.
Pendapat yang terkuat, tetap membaca Al Fatihah karena yang afdhol adalah
mendengar bacaan atau membacanya. Dan saat itu kondisinya adalah tidak
mendengar. Ketika itu tidak tercapai maksud mendengar, maka tentu membaca Al
Fatihah saat itu lebih afdhol daripada diam.” (Majmu’ Al Fatawa, 23: 268-269)
Setelah membaca Al Fatihah diperintahkan membaca aamiin
secara jaher (dikeraskan).
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا قَالَ الْإِمَامُ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ
وَلَا الضَّالِّينَ فَقُولُوا آمِينَ فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ
تَقُولُ آمِينَ وَإِنَّ الْإِمَامَ
يَقُولُ آمِينَ فَمَنْ وَافَقَ
تَأْمِينُهُ تَأْمِينَ الْمَلَائِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Jika imam membaca ‘ghoiril
maghdhubi ‘alaihim wa laaddhoolliin’, maka ucapkanlah ‘aamiin’ karena malaikat
akan mengucapkan pula ‘aamiin’ tatkala imam mengucapkan aamiin. Siapa saja yang
ucapan aamiin-nya berbarengan dengan ucapan ‘aamiin’ malaikat, maka akan
diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. An Nasai no. 928 dan Ibnu Majah no.
852. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Semoga bermanfaat.
Referensi:
Manhajus Salikin wa Tawdhihil Fiqhi fid Diin, Syaikh
‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Madarul Wathon, cetakan keempat,
tahun 1431 H.
Al Muntaqo fil Ahkam Asy Syar’iyyah min Kalami Khoiril Anam,
Majdud Din Abul Barokat ‘Abdus Salam Ibnu Taimiyyah Al Haroni, terbitan Dar
Ibnul Jauzi, cetakan kedua, tahun 1431 H.
Kitab Shifatish Shalah min Syarhil ‘Umdah, Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah, terbitan Darul ‘Ashimah, cetakan pertama, tahun 1429 H.
Majmu’atul Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, terbitan
Darul Wafa’ dan Dar Ibnu Hazm, cetakan keempat, tahun 1432 H.
Shifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Syaikh
‘Abdul ‘Aziz bin Marzuq Ath Thorifi, terbitan Maktabah Darul Minhaj, cetakan
ketiga, tahun 1433 H.
Syarh ‘Umdatil Ahkam, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As
Sa’di, terbitan Darut Tauhid, cetakan pertama, tahun 14
0 komentar:
Posting Komentar