Memakai celana bagi pria hingga pertengahan betis itu
dibolehkan. Namun jika diturunkan antara setengah betis dan mata kaki, itu
boleh.
Dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
إزْرَةُ المُسْلِمِ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ ، وَلاَ حَرَجَ –
أَوْ لاَ جُنَاحَ – فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الكَعْبَيْنِ ، فمَا كَانَ أسْفَلَ مِنَ
الكَعْبَيْنِ فَهُوَ في النَّارِ ، وَمَنْ جَرَّ إزَارَهُ بَطَراً لَمْ يَنْظُرِ اللهُ
إِلَيْهِ
“Kain
sarung seorang muslim adalah hingga pertengahan betis. Namun tak mengapa jika
diturunkan antara setengah betis tadi dan mata kaki. Adapun kain yang turun
dari mata kaki, maka tempanya di neraka. Barangsiapa yang menjulurkan celana
dalam keadaan sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” (HR.
Abu Daud no. 4093 dan Ibnu Majah no. 3573. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan
bahwa sanad hadits ini shahih).
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,
مررتُ عَلَى رسولِ الله – صلى الله عليه وسلم – وفي إزَارِي
استرخاءٌ ، فَقَالَ : (( يَا عَبدَ اللهِ ، ارْفَعْ إزَارَكَ )) فَرَفَعْتُهُ ثُمَّ
قَالَ : (( زِدْ )) فَزِدْتُ ، فَمَا زِلْتُ أتَحَرَّاهَا بَعْدُ . فَقَالَ بَعْضُ
القَوْم : إِلَى أينَ ؟ فَقَالَ : إِلَى أنْصَافِ السَّاقَيْنِ
“Aku
pernah melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pada kain sarungku
ada bagian yang turun. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wahai Abdullah, naikkanlah kain sarungmu.” Maka aku akan menaikkannya,
kemudian beliau berkata, “Naikkan lagi.” Lalu aku terus menaikkannya. Aku terus
melakukannya, sampai sebgaian orang berkata, “Sampai mana dinaikkan?” Maka ia
berkata, “Sampai pertengahan betis.” (HR. Muslim no. 2086).
Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwa memakai kain
sarung atau celana ada empat bentuk:
1- Yang disunnahkan adalah hingga pertengahan betis.
2- Yang diberi keringanan adalah diantara pertengahan
betis dan mata kaki.
3- Yang haram dan termasuk dosa besar adalah menjulurkan
celana di bawah mata kaki, namun tidak dengan maksud sombong.
4- Yang haram dan lebih parah dari yang ketiga adalah
menjulurkan celana di bawah mata kaki dengan maksud sombong. (Syarh Riyadhus
Sholihin karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, 4: 313)
Siapa saja yang menurunkan celana di bawah mata kaki,
maka ia telah melakukan dosa besar baik ia melakukannya dengan sombong ataukah
tidak. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membedakan antara memakai
celana dengan sombong ataukah tidak. Kalau memakai celana seperti itu dengan
sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat. Jika kita menambah
dengan hadits sebelumnya yaitu hadits Abu Dzarr, maka kita katakan bahwa orang
yang memakai celana dalam keadaan isbal karena sombong, maka kena hukuman yaitu
Allah tidak akan melihatnya, berbicara dengannya, tidak akan mentazkiyahnya,
dan baginya siksa yang pedih.
Adapun jika melakukannya karena menjulurkannya saja, maka
ia diancam neraka saja. Ia tdak mendapatkan empat hukuman yang disebutkan di
atas. (Idem, 4: 314).
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin intinya
menyimpulkan, “Celana jangan ditinggikan hingga lebih di atas setengah betis.
Akan tetapi, jika menurunkan di antara setengah betis hingga mata kaki, itu
boleh. Jika hingga pertengahan betis, itu lebih baik.” (Idem).
Karena memakai hingga setengah betis bukan keharusan
(bukan wajib), maka tentu saja kita bisa menimbang-nimbangnya. Tidak mesti di
setengah betis ketika kita berada di kantor atau tempat tertentu yang nantinya
dipandang aneh, boleh menurunkannya yang penting tidak sampai menutupi mata
kaki.
Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah.
0 komentar:
Posting Komentar