Saat
ini kita akan mengulang bacaan surat setelah Al Fatihah dan hukum mengeraskan
bacaan dalam shalat.
12-
Membaca setelah Al Fatihah, surat lainnya di dua raka’at pertama dari shalat
tiga dan empat raka’at. Surat yang dituntunkan untuk dibaca:
a-
Shalat Shubuh dengan surat thiwalil mufasshol.
b-
Shalat Maghrib dengan surat qishoril mufasshol.
c-
Shalat wajib lainnya dengan surat awsathil mufasshol.
Surat
thiwalil mufasshol adalah mulai dari surat Qaaf hingga surat Al Mursalaat.
Surat qishoril mufasshol adalah mulai dari surat Adh Dhuha hingga akhir Al
Qur’an. Sedangkan surat awsathil mufasshol adalah mulai dari surat An Naba’ hingga
surat Al Lail.
Syaikh
‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Al Jibrin berkata, “Surat yang dibaca setelah Al
Fatihah adalah bisa satu surat utuh atau sebagiannya saja dari awal,
pertengahan atau akhir, itu pun sah.” (Ibhajul
Mu’minin, 1: 143).
Ibnul
Qayyim berkata, “Jika Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam selesai dari membaca Al Fatihah,
beliau membaca surat lainnya. Kadang beliau baca bacaan yang panjang. Kadang
beliau memperingannya karena maksud safar atau hajat lainnya. Kadang pula
beliau membaca bacaan yang pertengahan (tidak terlalu panjang, tidak terlalu
pendek). Yang terakhir inilah yang umumnya beliau lakukan.” (Zaadul Ma’ad,
1: 202)
Namun
boleh menambah beberapa ayat pada raka’at setelah dua raka’at pertama. Dari Abu
Qotadah, ia berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى
الله عليه وسلم – كَانَ يَقْرَأُ فِى الظُّهْرِ فِى الأُولَيَيْنِ بِأُمِّ
الْكِتَابِ وَسُورَتَيْنِ ، وَفِى الرَّكْعَتَيْنِ الأُخْرَيَيْنِ بِأُمِّ
الْكِتَابِ ، وَيُسْمِعُنَا الآيَةَ ، وَيُطَوِّلُ فِى الرَّكْعَةِ الأُولَى مَا
لاَ يُطَوِّلُ فِى الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ ، وَهَكَذَا فِى الْعَصْرِ وَهَكَذَا
فِى الصُّبْحِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam
shalat Zhuhur pada dua raka’at pertama yaitu surat Al Fatihah dan dua surat.
Sedangkan dalam dua rakaat terakhir, beliau membaca Al Fatihah dan beliau juga
memperdengarkan pada kami ayat lainnya. Beliau biasa memperlama rakaat pertama
dibanding rakaat kedua. Demikian pula dilakukan dalam shalat ‘Ashar dan shalat
Shubuh.” (HR. Bukhari no. 776).
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menjaherkan bacaan dalam shalat Shubuh, dua
raka’at pertama dari shalat Maghrib dan Isya. Sedangkan shalat Zhuhur dan
Ashar, begitu pula pada rakaat ketiga shalat Maghrib dan dua raka’at terakhir
shalat Isya disirrkan (dilirihkan). Ada klaim ijma’ (kesepakatan ulama) kata
Syaikh Al Albani mengenai hal ini. Lihat Shifat
Shalat Nabi, hal. 93.
Adapun
dalil membaca surat yang panjang dan pendek seperti yang disebutkan tadi,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ
قَالَ مَا صَلَّيْتُ وَرَاءَ أَحَدٍ أَشْبَهَ صَلاَةً بِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- مِنْ فُلاَنٍ. فَصَلَّيْنَا وَرَاءَ ذَلِكَ الإِنْسَانِ وَكَانَ
يُطِيلُ الأُولَيَيْنِ مِنَ الظُّهْرِ وَيُخَفِّفُ فِى الأُخْرَيَيْنِ وَيُخَفِّفُ
فِى الْعَصْرِ وَيَقْرَأُ فِى الْمَغْرِبِ بِقِصَارِ الْمُفَصَّلِ وَيَقْرَأُ فِى
الْعِشَاءِ بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا وَأَشْبَاهِهَا وَيَقْرَأُ فِى الصُّبْحِ
بِسُورَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ.
Dari
Abu Hurairah, ia berkata, “Aku pernah shalat di
belakang seseorang yang shalatnya mirip dengan shalat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam daripada yang lainnya. Kami shalat di belakangnya dan ia
memanjangkan dua raka’at pertama dari shalat Zhuhur dan memperingan dua rakaat
terakhirnya. Sedangkan shalat Ashar lebih diperingan dari shalat Zhuhur. Adapun
shalat Maghrib dibacakan surat qishorul mufasshol. Pada shalat Isya dibacakan
surat Asy Syams dan yang semisal dengannya. Adapun shalat Shubuh dibacakan dua
surat yang panjang.” (HR. An Nasai no. 983. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
13-
Bacaan surat untuk shalat yang dikerjakan di malam hari dijaherkan
(dikeraskan).
14-
Adapun shalat yang dikerjakan di siang hari disirrkan (dilirihkan) kecuali
dijaherkan (dikeraskan) untuk shalat Jum’at dan shalat ‘ied, begitu pula shalat
gerhana (shalat kusuf) dan shalat minta hujan (shalat istisqo’).
Syaikh
‘Abdullah Al Jibrin menjelaskan, “Sebab di malam hari dijaherkan karena saat
itu banyak aktivitas telah selesai atau berbagai kesibukan telah usai. Saat itu
ada hajat untuk mendengar Al Quran. Sedangkan di siang hari, hati begitu sibuk
dengan berbagai pekerjaan, sehingga diperintahkan membaca untuk diri sendiri.
Adapun
shalat Jum’at, shalat ‘ied, shalat gerhana dan shalat minta hujan yang
dilakukan di siang hari tetap dengan dijaherkan bacaan karena saat itu banyak
kaum muslimin yang berkumpul dan mereka butuh untuk mendengar lantunan bacaan
saat itu. Terkadang sebagian mereka hanya bisa mendengar lantunan Al Quran pada
waktu tersebut.” (Ibhajul Mu’minin, hal. 144).
Semoga
bermanfaat.
—
0 komentar:
Posting Komentar