Contohlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
melaksanakan shalat. Saat ini kita akan lihat kembali sifat shalat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, mulai dari takbiratul ihram hingga perkara
sedekap saat shalat.
4- Jika telah berdiri melaksanakan shalat, lakukanlah
takbiratul ihram dengan mengucapkan, “Allahu akbar (artinya: Allah Maha
Besar).”
Dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مِفْتَاحُ
الصَّلاَةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
“Pembuka shalat adalah bersuci, yang
mengharamkan dari perkara di luar shalat adalah ucapan takbir dan yang
menghalalkan kembali adalah ucapan salam.” (HR. Tirmidzi no. 238 dan Ibnu Majah
no. 276. Abu ‘Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih).
5- Mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan pundak atau
ujung telinga (cuping telinga). Mengangkat tangan seperti ini dilakukan pada
empat keadaan yaitu saat:
a- Takbiratul ihram
b- Ruku’
c- Bangkit dari ruku’
d- Berdiri dari tasyahud awwal
Di antara dalil yang menunjukkan mengangkat tangan ketika
takbiratul ihram, turun ruku’ dan bangkit dari ruku’ adalah hadits dari
‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى
الله عليه وسلم – كَانَ
يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ إِذَا
افْتَتَحَ الصَّلاَةَ ، وَإِذَا كَبَّرَ
لِلرُّكُوعِ ، وَإِذَا رَفَعَ
رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ رَفَعَهُمَا
كَذَلِكَ أَيْضًا وَقَالَ « سَمِعَ
اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ،
رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ » . وَكَانَ
لاَ يَفْعَلُ ذَلِكَ فِى السُّجُو
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa mengangkat kedua tangannya sejajar pundaknya ketika memulai
(membuka shalat), ketika bertakbir untuk ruku’, ketika mengangkat kepalanya
bangkit dari ruku’ juga mengangkat tangan, dan saat itu beliau mengucapkan
‘sami’allahu liman hamidah, robbanaa wa lakal hamdu’. Beliau tidak mengangkat
tangannya ketika turun sujud.” (HR. Bukhari no. 735 dan Muslim no. 390).
Juga diterangkan dalam hadits Abu Humaid As Sa’idi mengenai
mengangkat tangan saat bangkit dari tasyahud awwal, ia berkata,
ثُمَّ نَهَضَ ثُمَّ صَنَعَ
فِى الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِثْلَ ذَلِكَ حَتَّى
إِذَا قَامَ مِنَ السَّجْدَتَيْنِ
كَبَّرَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِىَ بِهِمَا
مَنْكِبَيْهِ كَمَا صَنَعَ حِينَ
افْتَتَحَ الصَّلاَةَ
“Kemudian Rasul shallallahu ‘alaihi
wa sallam bangkit, kemudian ia melakukan raka’at kedua seperti raka’at pertama.
Sampai beliau selesai melakukan dua raka’at, beliau bertakbir dan mengangkat
kedua tangannya hingga sejajar dengan pundaknya sebagaimana yang beliau lakukan
saat takbiratul ihram (ketika memulai shalat).” (HR. Tirmidzi no. 304 dan Abu
Daud no. 963. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Hadits di atas juga sekaligus menunjukkan bahwa mengangkat
tangan itu sejajar dengan pundak. Sedangkan dalil yang menunjukkan boleh
mengangkat tangan hingga ujung telinga yaitu hadits,
عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- كَانَ
إِذَا كَبَّرَ رَفَعَ يَدَيْهِ
حَتَّى يُحَاذِىَ بِهِمَا أُذُنَيْهِ وَإِذَا
رَكَعَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى
يُحَاذِىَ بِهِمَا أُذُنَيْهِ وَإِذَا
رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ فَقَالَ
« سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
». فَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ.
Dari Malik bin Al Huwairits, ia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bertakbir, beliau mengangkat kedua
tangannya sejajar kedua telinganya. Jika ruku’, beliau mengangkat kedua
tangannya juga sejajar kedua telinganya. Jika bangkit dari ruku’, beliau
mengucapkan ‘sami’allahu liman hamidah’, beliau melakukan semisal itu pula.”
(HR. Muslim no. 391).
6- Lalu sedekap dengan meletakkan tangan kanan di atas
tangan kiri.
Dalam hadits Wail bin Hujr, ia berkata bahwa,
أَنَّهُ
رَأَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه
وسلم- رَفَعَ يَدَيْهِ حِينَ
دَخَلَ فِى الصَّلاَةِ كَبَّرَ
– وَصَفَ هَمَّامٌ حِيَالَ أُذُنَيْهِ – ثُمَّ
الْتَحَفَ بِثَوْبِهِ ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ
الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى
Ia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat
kedua tangannya ketika memulai shalat dan beliau bertakbir (Hammam menyebutkan
beliau mengangkatnya sejajar telinga), lalu beliau memasukkan kedua tangannya
di bajunya, kemudian beliau meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri. (HR.
Muslim no. 401).
Meletakkan tangan kanan di sini bisa pada telapak tangan,
pergelangan atau lengan tangan kiri. Dalam hadits Wail bin Hujr juga
disebutkan,
ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى
عَلَى ظَهْرِ كَفِّهِ الْيُسْرَى
وَالرُّسْغِ وَالسَّاعِدِ
“Kemudian meletakkan tangan kanan di
atas punggung telapak tangan kiri, di pergelangan tangan, atau di lengan tangan
kiri.” (HR. Ahmad 4: 318. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini
shahih)
Bisa juga tangan kanan menggenggam tangan kiri (yang
dimaksud pergelengan tangan kiri) sebagaimana disebutkan dalam hadits Wail bin
Hujr, ia berkata,
رَأَيْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ قَائِمًا
فِي الصَّلَاةِ قَبَضَ بِيَمِينِهِ عَلَى
شِمَالِهِ
“Aku pernah melihat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berdiri dalam shalat, tangan kanan
beliau menggenggam tangan kirinya.” (HR. An Nasai no. 8878 dan Ahmad 4: 316. Al
Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
7- Saat sedekap, tangan diletakkan di pusar, bawah pusar
atau di dada.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa meletakkan tangan ketika
sedekap tidak pada tempat tertentu. Jadi sah-sah saja meletakkan tangan di
dada, di pusar, di perut atau di bawah itu. Karena yang dimaksud mencontoh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam di sini adalah meletakkan tangan kanan di atas
tangan kiri. Sedangkan yang lebih dari itu dengan menentukan posisi tangan
sedekap tersebut butuh pada dalil. Meletakkan tangan di dada maupun di bawah
pusar sama-sama berasal dari hadits yang dho’if. (Lihat penjelasan guru kami,
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Ath Athorifi dalam karya beliau Shifat Shalat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal. 87-90).
Semoga berkelanjutan lagi pada serial berikutnya. Moga Allah
mudahkan.
Referensi:
Manhajus Salikin wa Tawdhihil Fiqhi fid Diin, Syaikh
‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Madarul Wathon, cetakan keempat,
tahun 1431 H.
Ibhajul Mu’minin bi Syarh Manhajis Salikin, Syaikh ‘Abdullah
bin ‘Abdurrahman bin ‘Abdillah Al Jibrin, terbitan Madarul Wathon, cetakan
keempat, tahun 1432 H.
Kitab Shifatish Shalah min Syarhil ‘Umdah, Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah, terbitan Darul ‘Ashimah, cetakan pertama, tahun 1429 H.
—
0 komentar:
Posting Komentar